JAKARTA - Sejumlah pengamat menyambut baik rencana Muhammadiyah untuk ikut membesarkan BTN Syariah dalam bentuk pengendalian bersama. Hal tersebut bukan hanya dapat meningkatkan kapasitas dan kapabilitas BTN Syariah, juga memberikan dampak signifikan kepada industri keuangan syariah di negeri ini.
Dengan kolaborasi tersebut, BTN Syariah nantinya memiliki akses dana murah yang melimpah dan potensi pembiayaan ke ekosistem Amal Usaha Muhammadiyah. Sementara Muhammadiyah mendapatkan kesempatan terbaik untuk kembali ke industri perbankan syariah, meneruskan visi besar para pendiri dalam memajukan dan memberdayakan ekonomi umat.
“Jadi atau tidaknya kemitraan strategis itu hanya Muhammadiyah dan BTN yang tahu. Tapi kami hanya bisa mendoakan yang baik karena apabila mereka bersatu dalam sebuah kepemilikan bank syariah, dampaknya ke industri akan signifikan. Mereka bisa menjadi sparring partner yang tangguh bagi Bank Syariah Indonesia (BSI) untuk bersama sama memajukan ekonomi syariah,” kata Direktur Komite Nasional Keuangan Ekonomi Syariah (KNKES) Sutan Emir Hidayat.
Emir menjelaskan salah satu tantangan utama industri keuangan syariah saat ini adalah permodalan dan kapasitas pembiayaan. Untuk itu dibutuhkan banyak pemain baru dengan skala aset yang jauh lebih besar sehingga dapat mendorong percepatan pertumbuhan industri.
“Kami setuju dengan arahan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bahwa pemain baru dengan skala lebih besar harus terus dimunculkan demi industri keuangan syariah yang lebih sehat, lebih kuat dan dapat tumbuh secara berkelanjutan. Pada titik ini, kami melihat rencana Muhammadiyah di BTN Syariah menjadi relevan,” kata Emir.
Dengan munculnya pemain baru dengan skala aset yang lebih besar, maka gap antara industri keuangan konvensional dan syariah bisa terus diperkecil.
“Konsolidasi itu merupakan hal positif karena menghasilkan bank yang kuat secara permodalan dan fundamental yang kokoh untuk ikut menopang pertumbuhan industri perbankan syariah,” kata Emir Hidayat.
Sementara itu, Direktur Segara Research Institute Piter Abdullah menjelaskan faktor kepemilikan saham menjadi penting karena terkait voting rights, dan penempatan personel di jajaran direksi maupun komisaris. Sebagai sebuah organisasi kemasyarakatan, Muhammadiyah tentu ingin menempatkan kadernya di kepengurusan bank untuk memastikan bahwa visi misi besar para pendirinya dalam mensejahterakan dan memajukan ekonomi warganya berdasarkan prinsip syariah, dapat terwujud.
“Mereka belajar dari kemitraan dengan bank syariah sebelumnya bahwa tanpa ikut menjadi pemegang saham pengendali, mimpi besar itu sulit terealisasi. Pengendalian bersama sama menjadi pilihan paling rasional daripada menjalankan sendiri,” kata Piter yang juga aktif sebagai anggota Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI).
Piter menjelaskan, Muhammadiyah dulu pernah punya bank syariah, namanya Bank Persyarikatan. Akibat salah urus dan kesulitan modal, bank ini akhirnya dilepas ke investor strategis lain dan kini dikenal sebagai KB Syariah (Bukopin Syariah). “Meski pernah punya pengalaman pahit di masa lampau, Muhammadiyah tetap punya keinginan memiliki bank syariah sendiri. Tapi, belajar dari masa lalu, mereka kini membutuhkan partner strategis yang disokong permodalan kuat dan berpengalaman dalam penerapan manajemen risiko. Syarat ideal ini hanya bisa dipenuhi oleh Institusi Finansial, terutama bank,” katanya.
Gelagat Muhammadiyah dan BTN mulai terendus ketika keduanya mengadakan pertemuan di Yogyakarta beberapa waktu lalu. Pada acara penandatangan MoU kerjasama, petinggi kedua institusi ini saling memberikan pujian.
Direktur Utama BTN Nixon L.P Napitupulu mengapresiasi peran historis lembaga atau amal usaha Muhammadiyah dalam menggerakkan ekonomi, mengentaskan kemiskinan dan mensejahterakan warganya.
“Muhammadiyah terbukti memainkan peran sangat penting dalam penerapan prinsip ekonomi syariah di negeri ini. Muhammadiyah melalui lembaga amal dan ekosistem ekonominya juga terus berikhtiar mengikis kesenjangan sosial. Kami mengagumi konsistensi mereka,” kata Nixon.
Sementara Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir menaruh harapan besar kepada lembaga keuangan untuk mengimplementasikan Teologi Al Maun sebagaimana digagas Kyai Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, yang terus diamalkan oleh puluhan juta pengikutnya hingga saat ini.
Teologi yang bersumber dari Surah Alquran ke 107 inilah yang menjadi salah satu filosofi Muhammadiyah dalam menjalankan amaliyah nya sebagai lembaga kemasyarakatan.
"Ekonomi dan keuangan syariah dalam teologi al-Maun harus mampu hadir secara nyata dan makin baik untuk mengangkat harkat, martabat, dan kemajuan UMKM dan memecahkan masalah kemiskinan, kesenjangan sosial, dan problem-problem ekonomi yang sehari-hari dihadapi umat dan masyarakat luas,” kata Haedar.
Social Header